Keputusan setengah hati untuk ikut ke pantai pangandaran agaknya tidak perlu saya sesali.
Memang, awalnya saya bersikukuh tak akan ikut acara rakerda petugas lapangan dari kantor saya ke Pangandaran dengan alasan ada obyekan yang menggiurkan dari salah satu user yang akan menggunakan jasa saya sebagai seorang blogger (atau penulis ya?). Namun, dasar memang rejeki saya, pekerjaan dari user itupun diundur ke pekan berikutnya. Jadilah saya ikut acara kantor ke pangandaran.
Kalau boleh jujur, saya baru sekali ini berkunjung ke pantai di ujung selatan Ciamis itu. Hehehe, katrok ya? Maklum jarang liburan ke pantai sih. Saya lebih menyukai liburan ke gunung, makanya pantai jarang menjadi incaran saya. Karena baru pertama kali ke Pangandaran, jadi saya akan membagikan ceritanya di sini.
Menempuh perjalanan selama hampir delapan jam, memang membuat pantat saya tepos dan badan saya pegal. Tapi itu semua terbayar lunas manakala saya menyaksikan hamparan ujung laut samudera Indonesia. Sungguh indah di mata saya. kombinasi antara garis pantai dengan hutan cagar alam, membuat kawasan pantai Pangandaran ini berbeda dengan pantai lain.Sepertinya Pangandaran ini berupa teluk atau semenanjung. Kalau tidak salah, teluk itu adalah laut yang menjorok ke darat. Sedangkan semenanjung adalah daratan yang menjorok ke laut. Entah mana yang tepat untuk Pangandaran ini. Yang jelas, garis pantainya melingkar, sehingga ada pantai barat dan juga pantai timur.
Selama tiga hari di sana, saya bisa menyaksikan sunrise dan juga sunset di dua pantai yang berbeda. Kebetulan yang menguntungkan, hotel yang saya tempati adalah hotel Sun In Pangandaran. Para tukang beca dan pedagang oleh-oleh asongan menyebutnya dengan sebutan hotel SIP. Posisi hotel SIP ini persis membelakangi pantai timur. Jadi setiap pagi saya menyempatkan diri duduk-duduk di warung tenda sekedar menyeruput teh panas dan ngemil bala-bala sambil menyaksikan matahari terbit. Tidak beruntungnya, hari pertama dan kedua, matahari agak terhalang awan, jadi tak terlalu tampak dengan jelas.
Lain halnya dengan sore hari. Untuk menyaksikan matahari terbenam alias sunset, saya harus berjalan beberapa puluh meter ke arah pantai barat. Gulungan ombak yang berdebur-debur menjadi pemandangan menarik manakala senja hampir terbenam di ufuk barat. Sambil duduk-duduk di kursi yang kadang disediakan para pedagang, atau bisa juga di perahu yang sedang nganggur, jadilah kegiatan melihat sunset itu sebagai rutinitas saya dan kawan-kawan kantor setiap sore selama tiga hari berkegiatan di sana. Ah, sayangnya, kami kurang beruntung. Hampir setiap sore, semburat jingga sang matahari tertutup awan kelabu. Malah kadang turun hujan. Kasian deh gue.
Di sela-sela kegiatan kantor, saya dan beberapa rekan menyempatkan diri mengunjungi cagar alam yang terletak persis diantara pantai barat dan timur. Sepertinya cagar alam ini bisa disebut semenanjung karena memang lokasinya menjorok ke laut. Ini bisa saya lihat dengan jelas ketika saya naik perahu dan membayar dua puluh ribu untuk sampai ke batu buaya (atau batu hiu ya? Saya lupa hehehe). Sedikit cerita tentang naik perahu ini, ketika persis sampai di taman laut, anda bisa snorkeling lho. Namun saya tidak melakukannya. Anda tidak tahu kan kalau saya tak pernah bisa berenang? Heuheuheu, sekarang saya kasih tahu. Itulah alasan saya bersikeras menolak tawaran si pemilik perahu untuk melakukan snorkeling. Konon kata teman saya, biaya snorkeling sebenarnya murah, Cuma 50 ribu rupiah. Keindahan yang dapat dilihat sungguh indah. Katanya.
Kembali lagi ke cagar alam. Saya tidak mengelilingi seluruh cagar alam. Hanya beberapa spot saja yang saya datangi. Maklum, kaki ini tak bisa diajak kompromi. Malah pegal-pegal, dan dua teman saya keburu shock karena minumannya direbut monyet. Dasar monyet!!! Berani-beraninya rebut minuman teman saya.
Nah, di cagar alam ini banyak hewan-hewan yang dilindungi. Selain monyet yang tukang rebut makanan, ada juga landak, kijang, bahkan katanya ada banteng juga. Tapi beruntung, saya tidak bertemu dengan banteng tersebut. kenapa saya bilang beruntung? Hehehe, kalau anda tahu cerita saya yang dikejar monyet juga pasti anda geli dan mengerti akan ketakutan saya.
Sedikit cerita tentang monyet. Saya pastikan buat anda jika bertandang ke cagar alam di pantai pangandaran ini. Jangan pernah sekali-kali membawa atau menenteng makanan dan minuman. Kejadian ini saya alami sendiri ketika saya memasukkan botol bekas ke tas saya. Botol bekas yang menjadi tempat umang-umang yang saya ambil di hamparan pasir putih, saya masukan ke tas. Sialnya seekor monyet kelaparan melihat saya memasukkan botol tersebut. si monyet mengira, saya mengeluarkan makanan. Jadilah dia mengejar saya. Ugh, gak asik banget. Saya ketakutan. Apalagi ketika si monyet tersebut memperlihatkan geligi dan taringnya yang tajam. Alamaaaakkkk, takut digigit. Pikiran saya pun liar: “kalau digigit, nanti rabies. Apa jadinya? Harga diri saya hancur lebur kalau sampai digigit monyet.” Makanya, saya menyiapkan diri kalau-kalau si monyet tersebut menyerang saya, akan saya tendang dia kea rah laut hehehe. Jahat ya? Untungnya kejadian itu tidak terjadi. Saya hanya berkelit-kelit menghindari si monyet. Heuuu jangan dibayangkan seperti adegan filem india ya, saya berkejar-kejaran dengan monyet. No no no…. Beruntung, ada beberapa anak muda yang juga membawa tas. Setelah saya menjauh dari si monyet, kelompok anak muda tersebut lah yang menjadi incaran si monyet lapar. Hahaha, thanks God!!!
Oya, beberapa spot pantai pangandaran ini memang kotor oleh sampah plastik yang berserakan. Tapi anda tak perlu khawatir masih banyak spot-spot yang indah yang bisa anda nikmati jika berkunjung ke sana. Hamparan pasir putih dengan lautan yang biru berada di balik cagar alam. Anda cukup membayar tujuh ribu rupiah untuk masuk ke cagar alam, dan anda bisa menikmati hamparan pasir putih di sebaliknya.
Jika anda punya nyali untuk ke tengah laut, tenang saja, banyak perahu yang akan mengantar anda melihat-lihat objek wisata di tengah lautan seperti batu buaya, batu karas, dan batu-batu lainnya. Paket snorkeling juga ditawarkan oleh para pemandu perahu. Saya tidak memilihnya karena untuk selain tidak bisa berenang, saya merasakan pusing dan mual ketika naik perahu. Maklum, anak gunung turun ke laut hahaha.
Anda pun tak perlu khawatir tentang penginapan jika anda memang berniat untuk pergi ke Pangandaran. Ada banyak hotel, motel, dan juga losmen yang disediakan untuk anda. Sesuaikan saja dengan ukuran isi kantong anda. Saya sendiri memilih hotel SIP yang terbilang bagus karena memang dibayarin kantor wkwkwk.
Setelah anda kenyang berwisata di Pangandaran, ada banyak oleh-oleh menanti untuk dibeli. Mulai dari baju sampai ikan asin, tersedia lengkap. Pengen gaya-gayaan kaya artis yang pake tattoo? Hmmm, tenang, temporary tattoo Cuma tiga minggu bisa anda pilih untuk menghiasi kulit anda. Anda ingin berkeliling pantai naik sepeda? Bisa. Ada banyak penyewaan sepeda di sana. Atau ingin lebih keren, berkeliling pantai menggunakan ATV? Ada. Cukup bayar 80 ribu saja, katanya.
Sayang sekali, saya tidak sempat mengunjungi green canyon yang terkenal itu. Maklum, karena ini acara kantor, jadi tidak diagendakan ke sana. Sayang banget ya?
Ah, segitu saja ceritanya. Yang jelas, sekarang kulit saya jauh lebih eksotis dibandingkan sebelumnya. Bisa dipahami dong, di pantai kan tidak ada tempat berteduh. Jadilah kulit saya yang sudah eksotis khas negeri khatulistiwa ini makin eksotis karena terjemur tak sengaja oleh panasnya matahari di daerah pantai. Jadi kalau nanti kopdar ketemu saya dengan kulit yang agak legam, tolong jangan bilang:”Had, kok agak iteman.