Masih melanjutkan cerita tentang jalan-jalan ke Green Canyon dan Pangandaran, kali ini aku akan bercerita tentang kegiatan kami di Pantai Pangandaran ketika malam hari. Memang, berdasarkan jadwal acara Sabtu malam itu akan diisi dengan makan bersama di pinggir pantai Pangandaran, ditemani api unggun. Dengan catatan, tidak hujan!
Sekitar jam 8 malam, panitia dibantu dengan pemuda disekitar yang telah didaulat untuk menyiapkan api unggun, bekerja sama menghangatkan malam. Kayu disusun seolah-olah ada kemah malam ini. Tak lama, api pun berkobar.
Dilanjutkan dengan kedatangan makanan yang dipesan dari sebuah rumah makan. Menu beragam, ada udang, cumi goreng, cah kangkung, ikan (aku lupa ikan apa), ayam goreng dan buah. Semuanya itu disusun rapi di atas meja yang memang sengaja didatangkan. Koko ikut membantu pegawai rumah makan untuk menyusun makanan itu. Diselingi canda tawa beberapa teman kami. Aku memang tidak ikutan membantu, karena sudah banyak tangan toh… Yang jelas entah sadar atau tidak, pasti ada setitik air liur yang kecipratan di makanan ketika mereka tertawa dan berbicara di atas makanan. Anggap saja itu gizi. Hahahaha…
Aku sengaja pergi menghindar dari kerumunan makanan sambil melihat memperhatikan semacam tenda dan tikar yang dipasang di atas pasir. Aksi untuk menghindar itu kulakukan karena aku ingin menikmati bintang, yang saat itu tidak hujan. Hanya saja, sayang sekali…hari ini aku tidak bisa menikmati sunset di Pangandaran, karena kami berada di perjalanan tadi.
Aku memilih untuk duduk sejenak di sebuah kursi yang dibuat sekitar 10 meter dari kerumunan teman-teman. Gelap, hanya ditemani 2 obor saja. Bintang yang di langit itu pijarnya indah sekali. Aku bersyukur lagi. Menikmati bunyi deburan ombak di Pantai sambil menutup mata. Lalu dilanjutkan dengan mendongakkan wajah menatap bintang sembari kupingku mendengar canda tawa Koko dan temanku yang lain. Ingin rasanya tiduran sejenak di pasir dan menatap bintang, sendiri!. Hm..romantis kali ya? Kan Menatap Bintang? Hehehe…Tapi semuanya itu tak terungkap! Cukup aku saja yang tahu, saat itu..
Makanan siap dihidangkan! Semua mengantri mengambil makanan lalu duduk dengan manis di atas tikar yang didasarnya bersentuhan dengan pasir. Lesehan! Makanan yang ala kadarnya, tapi enak lho..Hehehe..kasian yang perutnya tertekan akibat lesehan, akhirnya memilih berdiri. Upsss… :)
Canda tawa, senda gurau bahkan saling bertukar cerita menjadi menu pendamping selain makan malam. Bahagia rasanya, terlihat dari wajah-wajah ceria disana. Melepaskan segala permasalahan yang dibawa dari kota, untuk menikmati alam Pangandaran di kala malam.
Persis ketika semuanya selesai makan, jatuhlah butiran air hujan. Rintik-rintik. Tapi kami langsung bergegas untuk berberes-beres dan meninggalkan pantai. Yahhh…aku kecewa sih..tidak bisa melanjutkan menikmati deburan ombak. Lalu kami meninggakan pantai dengan berlari kecil. Memang, semua itu berjalan sesuai rencana. Tuhan tidak mengirimkan hujan tepat ketika kami makan. Thanks God..Dan api unggun pun padam dengan sendirinya.
Ah, hujan sedang bermain dengan kami ternyata. Sekitar 2 menit kemudian, hujan berhenti. Ketika aku bertanya pada teman yang lain kenapa tidak melanjutkan menikmati pantai , mereka bilang : “Kan Gelap, mau liat apa?!”
Duh..mereka ternyata tidak ingin menikmati deburan ombak ataupun pijar bintang! Mereka lebih senang melihat pantai di siang hari. Aku juga, tapi malam hari juga indah bukan? Ketika di Ujung Genteng, kami justru mengitari pantai ketika malam hari. Hiks…kecewa sih..tapi akhirnya aku harus menurut dengan tujuan rombongan, yakni pulang ke hotel. Ada juga yang singgah membeli oleh-oleh.
Romantisme itu sebentar saja, tapi sudah berhasil bermain di alam khayalan. Setidaknya, sekitar 30 menit bersama api unggun, pijar bintang, 2 obor dan makanan yang nikmat telah menambah memori indah di Pangandaran. Hanya saja, tetap ada romantisme yang tidak terungkap!
Silveria Verawaty *) Adalah blogger Kompasiana dan beralamat di www.kompasiana.com/silveria